SEPASANG
MERPATI
Ini adalah kisah sepasang merpati
yang terbang di ketinggian, lalu hinggap di dahan pohon saat hujan turun.
Sepasang merpati yang tak pulang ke sarang ketika hujan memeluk hingga dingin
menusuk.
Sepasang merpati ini mencintai hujan
dan berdamai dengan gemericik air hujan. Sepasang merpati yang selalu
bersetubuh dengan tetesan air hujan yang jatuh dari dedaunan dan tak pernah
lelah mencumbu bulir-bulir air yang setia menghuni dedaunan. Sepasang merpati
ini adalah sepasang merpati yang kehausan sebelum melihat anak-anak saling
mencipratkan air dari genangan air hujan.
Sebelum sepasang merpati saling
mengikat janji setia, dirinya lebih dulu mengenang hidup masing-masing. Hidup
yang mesti diakhiri dan membuka lembaran baru yang mesti dijejaki.
Saat itu awan mendung. Tak
sedikitpun sinar matahari mampu menerobos pekatnya kemuraman awan. Seperti dua
merpati yang dirundung pilu, tak sedikitpun terpancar kebahagiaan.
Dua merpati menekadkan diri
merentangkan sayap dan terbang tinggi menjauhi sarang. Tak peduli diterjang
badai karena keyakinan telah menancap kuat. Keyakinan akan Tuhan yang selalu
menemani, menuntun, dan memberikan kebahagiaan bagi siapapun yang menginginkan
kebahagiaan itu dengan jalan memperjuangkannya.
Dua merpati yang kesepian terus
terbang berkeliling menembus awan hitam. Ketika sayap dua merpati menyentuh
awan, terasa mimpinya mengejar. Bahkan hingga dua merpati tak sadar bahwa mimpi
telah membungkus.
Kepakan sayap dua merpati tak
mencederai awan, waktu, dan ingatan, namun kepakan sayap dua merpati seakan
peluru yang menembus dada masa lalu.
Merpati jantan adalah merpati yang hampir
diterkam kucing liar. Sarangnya koyak. Merpati betina adalah merpati yang
hidupnya terlampau lama menyendiri setelah induknya habis dimangsa kucing liar.
Kehidupan dua merpati dijalani dengan penuh kegetiran.
Dua merpati masih saja berkeliaran
di ketinggian. Berusaha menyacah limbung yang begitu mengikat. Sekian lama luka
mendalam dibawa, sekian lama itu pulalah doa senantiasa tercurah.
Tangan Tuhan memeluk cinta. Tuhan
bicara. Dipertemukannya merpati jantan dan betina di tengah rinai hujan.
Gerimis yang awalnya masih mampu diterjang, perlahan kian deras dan dua merpati
turun, hinggap di dahan pohon yang sama.
Pertemuan pertama seakan menggetarkan.
Saling mencuri pandang dalam kediaman. Jarak bertengger yang semula berjauhan
berubah semakin dekat. Selangkah demi selangkah kian pasti ditempuh dan kini dua
merpati bertengger berdampingan.
Tak ada bebunyian dari merpati
jantan. Tak ada basa-basi dari merpati betina. Entah apa yang terjadi pada diri
dua merpati. Diam seribu bahasa. Beku. Namun kebekuan yang terjadi bukan
diakibatkan oleh derasnya hujan yang membuat tubuh menggigil, tapi lantaran
sebuah gelora. Dua merpati saling memberikan isyarat yang melukiskan sebuah
keinginan. Apakah keinginan itu lahir dari gelora? Dua merpati belum juga dapat
menjawab pertanyaan yang hadir.
Dua merpati secara bergilir
berisyarat terus menerus hingga derasnya hujan kembali menjadi gemericik air
tenang. Bahasa isyarat terhenti ketika tetesan air hujan yang jatuh dari
dedaunan terdengar lembut. Dua merpati mulai terpana pada bulir-bulir air yang
setia menghuni dedaunan dan mulai terpikat pada anak-anak yang saling
mencipratkan air dari genangan air hujan.
Tanpa disadari, merpati betina
bersandar pada tubuh merpati jantan. Dua merpati mulai memadu kasih. Saling
mengikat janji setia menjadi sepasang merpati.
Setelah pertemuan pertama terjadi,
merpati jantan seolah hidup kembali. Dibuatnya sarang baru di pohon lain di
tempat lain dan merpati betina kini tak sendiri lagi. Dijalaninya hidup penuh
keriangan. Sepasang merpati kini mampu menari dan bercinta untuk sebuah
kebahagiaan yang masih diperjuangkan dan dinanti.
Di dahan pohon ini dua merpati
pertama kali bertemu di bawah rinai hujan dan di dahan pohon ini pulalah
sepasang merpati selalu bertemu setiap kali hujan turun menyergap menemani
sepasang merpati yang memadu kasih.
Cirebon,
13 Februari 2015
0 komentar:
Posting Komentar