Tabularasa.
Mungkin sebagian besar masyarakat sudah pernah mendengar teori tersebut. Teori
yang menjabarkan bagaimana manusia dilahirkan dalam keadaan bersih. Seperti
kertas putih.
Saya percaya
dengan teori tersebut, karena pada penerapannya memang sangat banyak sekali
kejadian yang mengarah pada kebenaran teori tersebut.
Seorang anak
dilahirkan dalam keadaan putih bersih dan akan menjadi apa anak kelak
tergantung dari bagaimana orang tua mendidik anak tersebut. Ibarat kertas putih
yang diukir dengan tinta. Ingin diukir bagaimana dan seperti apa, tergantung
dari si pengukir.
Seorang ibu
pernah mengukir kertas putih dengan menggunakan tinta berwarna-warni, namun
belum juga beliau selesai mengukir, kertas tersebut terlepas dari genggaman,
hingga ukiran pun belum terselesaikan. Belum terselesaikan atau mungkin tidak
akan bisa diselesaikan? Entah. Beliau diam.
Jikalau
memang kertas yang sudah terlepas itu kembali pada beliau, mungkin telah banyak
ukiran di dalamnya yang diukir oleh orang lain yang juga memiliki keinginan
besar untuk bisa mengukirnya. Padahal yang ingin beliau ukir belum tentu sesuai
dengan yang diukir oleh orang itu.
Beliau tahu, bahwa dalam mengukir, tentu saja harapan
dan tujuan yang diinginkan adalah hasil yang indah dan membanggakan. Begiu pun
dengan beliau dan orang itu, pasti memiliki harapan dan tujuan sama, namun
apakah cara mereka dalam mengukir dan bentuk ukiran yang dihasilkan akan sama, sesuai yang mereka inginkan masing-masing? Entahlah,
kertas itu telah terlepas dari genggaman beliau. Beliau tak dapat berbuat apa-apa
selain permohonan pada Tuhan agar kertas yang beliau inginkan kelak menjadi
kenyataan melalui ukiran orang itu.
Beliau
sadari, waktu yang dimiliki tidaklah banyak, namun beliau tetap berharap waktu
sempit yang dimiliki menjadi benang penguat doa beliau untuknya.
0 komentar:
Posting Komentar